Pesta Makan Gratis Berujung Tragedi di Garut Pelajaran tentang Kerumunan dan Tanggung Jawab Sosial
Pada Jumat siang, 18 Juli 2025, sebuah acara yang semula berniat meriah di Alun‑alun Garut, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, berubah menjadi tragedi yang mengguncang masyarakat. Acara itu merupakan rangkaian resepsi pernikahan anak dari Dedi Mulyadi, yaitu Maula Akbar dan Putri Karlina. Namun alih-alih berjabat tangan dan salam sapa, yang terjadi adalah kerumunan besar warga yang berebut Makan Gratis Berujung Tragedi dan tiga orang pun tewas serta puluhan lainnya luka-luka.
Kronologi Singkat
Menurut laporan, panitia menyiapkan sekitar 5.000 paket makanan gratis untuk warga yang hadir. Namun antusiasme warga jauh melebihi perkiraan: sekelompok besar hadir, bahkan disebut sekitar 10.000 orang.
Desakan dan kepanikan pun tak terhindarkan ketika kerumunan melonjak, sehingga beberapa orang terinjak dan sesak napas. Dalam kejadian itu, korban jiwa adalah seorang anak usia 8 tahun, seorang lansia usia 61 tahun, dan seorang anggota Polri.
Sosiolog dari Universitas Padjadjaran, Ari Ginanjar, menilai bahwa insiden bukan hanya soal kemiskinan atau masyarakat yang kelaparan, tetapi lebih karena fenomena “viral” dan kultur massa yang ingin menjadi bagian dari momen besar. Ia menyebut bahwa “karakter masyarakat kita kalau sudah ada makan gratis itu sifatnya menjadi keos… bukan hanya karena mereka lapar, tapi karena ajang itu menjadi bagian dari viralitas”. Keinginan menjadi bagian dari keramaian ini ternyata membawa risiko: “Orang ingin viral, mereka celaka sendiri.”
Kesalahan Penyelenggaraan
Beberapa faktor turut memperparah tragedi:
-
Estimasi jumlah warga yang hadir jauh melampaui persiapan, sehingga jumlah paket dan pengaturan kerumunan tidak memadai.
-
Inkonsistensi antara narasi sebelum dan sesudah kejadian. Sebelum tragedi, Dedi Mulyadi menyebut bahwa makan gratis akan tersedia “makan sepuasnya” di malam hari dalam acara hiburan. Setelah kejadian, ia mengaku tidak mengetahui bahwa acara makan gratis itu diadakan hari siang.
-
Kurangnya pengaturan pintu masuk/keluar dan pengendalian kerumunan. Akses yang seharusnya terbuka malah menimbulkan titik kepadatan tinggi.
Dampak dan Tanggung Jawab
Akibat dari insiden ini sangat serius: tiga orang meninggal, puluhan terluka, dan banyak pula yang mengalami trauma akibat kerumunan yang tak terkendali. Keluarga penyelenggara (Maula Akbar dan Putri Karlina) telah menyampaikan permohonan maaf dan menyatakan siap menjalani proses hukum.
Tragedi ini menjadi peringatan bahwa meskipun niat berbagi itu mulia, pelaksanaannya memerlukan persiapan matang, estimasi risko, dan pengaturan massa yang profesional.
Pelajaran bagi Publik dan Penyelenggara
-
Estimasi yang realistis: Ketika acara terbuka untuk umum dan menarik banyak perhatian publik figur, jangan remehkan antusiasme massa.
-
Pengaturan kerumunan: Harus ada pintu masuk terbatas, petugas pengatur, jalur evakuasi, serta penyuluhan antrean.
-
Komunikasi yang jelas: Bila acara makan gratis diumumkan — entah langsung maupun tidak langsung — maka warga bisa merespon secara masif. Sebaliknya, bila hanya niat “membagikan sisa makanan” tanpa pengumuman, risiko tetap muncul karena asumsi publik bisa berbeda.
-
Kewajiban moral penyelenggara: Publik figur yang mengundang keramaian harus memahami bahwa popularitas membawa tanggung jawab ekstra terhadap pengamanan acara.
-
Kritik terhadap budaya “viral”: Seperti di sampaikan oleh Ari Ginanjar, keinginan warga untuk “ikut momen viral” dapat memunculkan perilaku kerumunan yang menempatkan diri dalam bahaya.
Baca juga: Harga Emas Dunia Naik Drastis, Investor Panik Beli
Tragedi makan gratis di Garut mengingatkan kita bahwa sebuah aksi berbagi bisa menjadi malapetaka jika tidak di sertai tata kelola yang baik. Pada intinya, niat baik harus di padukan dengan kesiapan teknis. Jangan sampai ketika kerumunan datang bergelombang, rasa senang berubah jadi tangis. Semua pihak baik penyelenggara maupun warga perlu sadar bahwa respons massa dalam situasi gratis bisa jauh melampaui ekspektasi.
Dan meskipun topik utamanya bukan hiburan ataupun aktivitas seperti taruhan judi bola, kenyataan bahwa acara publik dapat menarik jumlah yang suprising besar serupa dengan dorongan untuk ikut – dalam konteks berbeda – seperti saat seseorang tergoda ikut memasang demi ikut gelombang teman atau kolega, meskipun risikonya tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa “keramaian massa” dapat menular ke banyak domain, sehingga kewaspadaan tetap di butuhkan.